B ekal Yang Harus Dicari Oleh Orang Mukmin
Perbedaan antara
orang mukmin dengan orang kafir adalah bahwa orang mukmin selalu mencari bekal,
sedangkan orang kafir hanya bersukaria. Orang mukmin mencari bekal untuk
kembali ke kampung halamannya, yakni kampung akhirat. Dalam perjalanannya ini,
yakni di dunia, ia hanya menggunakan hartanya sekadar untuk keperluannya,
karena seluruh hartanya untuk akhirat. Demikian pula hati dan cita – citanya
untuk akhirat. Hatinya telah ia putus dari dunia, dan ia melakukan segala
ketaatan untuk akhirat, bukan untuk dunia dan penghuninya. Ia akan mementingkan
orang – orang miskin meski ia memiliki makanan yang lezat, karena ia memiliki
keyakinan yang kuat bahwa di akhirat ia akan mendapatkan makanan yang jauh
lebih nikmat dan lezat. Cita – cita paripurna seorang mukmin yang arif dan alim
adalah berada di pintu kedekatan dengan Al-Haq ‘Azza Wa Jalla, agar
ketika di dunia ini, sebelum di akhirat, hatinya sampai kepada-Nya. Berdekatan
dengan Al-Haq ‘Azza Wa Jalla adalah tujuan paripurna bagi langkah –
langkah hati. Meskipun engkau berdiri, duduk, ruku’, sujud, dan bangun hingga
Lelah, namun ternyata hatimu tidak bergeser dari tempatnya, hatimu tidak keluar
dari rumah tidak juga berpindah dari berbagai penyebab kebinasaan. Hendaknya
bersungguh – sungguh dalam mencari Tuhanmu. Engkau tidak perlu bersusah payah
jika engkau telah bersungguh – sungguh dan berpegang pada kebenaran. Dengan
kebenaranmu, akan menetaslah telur wujudmu. Dengan keikhlasan tauhidmu,
pecahkanlah dinding penglihatanmu kepada makhluk beserta ikatannya. Dengan
tangan kezuhudanmu, pecahkanlah sangkar pencarianmu kepada sesuatu. Terbanglah
engkau dengan hatimu agar sampai ke pantai kedekatanmu dengan Tuhanmu. Manakala
dayung dan sampan telah datang kepadamu, pertolongan akan mengambil dirimu
kemudian menyeberangkan dirimu kepada Tuhanmu.
Dunia ibarat
lautan, iman adalah perahunya, ketaatan sebagai dayungnya, sedangkan pantai
tujuanmu adalah akhirat. Pantai akhirat adalah tujuan akhir perahumu bermuara.
Tidak lama lagi engkau akan buta dan bisu, lumpuh dan fakir wahai orang yang
selalu durhaka. Sungguh keras hatimu, padahal hartamu akan hilang dirampas dan
dicuri. Hendaknya engkau menjadi orang yang berakal dan bertaubat kepada
Tuhanmu. Janganlah engkau menyekutukan Tuhanmu dengan hartamu. Janganlah engkau
bertawakkal kepada harta dan tidak mau menginfakkannya. Hendaknya engkau
mengeluarkan semua itu dari hatimu. Letakkanlah hartamu di rumah atau di
sakumu, dengan anak dan binatangmu, dan ingatlah kematian. Hendaknya engkau
mengurangi kerakusanmu dan memendekkan angan – anganmu.
Hendaknya engkau
kembali dan menyerahkan dirimu dan segala sesuatu kepada-Nya. Hendaknya engkau
berbaring di hadapan-Nya tanpa berkata – kata, tanpa tangan, tanpa kaki, tanpa
mata, tidak bertanya mengapa dan bagaimana, tidak membantah dan menolak, tetapi
hanya menyetujui dan mengikuti. Berkatalah dengan benar agar hatimu kembali
kepada-Nya, meyaksikan Dia, tidak menyukai selain Dia, bahkan merasa gelisah
dengan segala sesuatu yang berada di bawah ‘Arsy dan di atas bumi, agar engkau
lari dari semua makhluk. Engkau juga akan menyepi dari semua makhluk. Orang
yang bisa beradab dengan baik terhadap guru hanyalah orang yang telah
berkhidmat kepada mereka, bahkan orang yang melihat sebagian keadaan mereka.
Bagi kaum sufi, pujian dan celaan mereka rasakan seperti kemarau dan penghujan
atau malam dan siang. Mereka menyadari bahwa pujian dan celaan itu dari Allah
SWT. Hanya Allah saja yang menentukan kedatangannya. Setelah kepahaman itu
tumbuh, mereka tidak lagi silau jika ada orang yang memuji, dan tidak lari jika
ada orang yang mencela. Mereka tidak peduli dengan semuanya itu. Hati kaum sufi
tidak mencintai makhluk , juga tidak membencinya. Mereka tidak menyukai, tidak
pula membenci, tetap menyayangi. Ilmu tanpa kebenaran dan kejujuran tentu tidak
ada artinya.
Komentar
Posting Komentar